Sebuah Pengakuan
Part 3 (cerita mba Rahma)
Adalah Sebuah Pengakuan
Meski tak banyak orang
yg mau menggenggamnya
Mengakui sebuah kesalahan
Suatu hal yg butuh keberanian besar
Ia memang tak kan pernah bisa
merubah kenyataan
tapi setidaknya
Ia bisa sedikit memperbaiki keadaan
Sedikit meredam api
yg membakar
Ia jelas tak bisa dibenarkan
Tapi saat kebenaran tentang kesalahan
terucap lewat bibirnya sendiri
Itu lebih dari cukup
Jika harus mendengar dari lidah yg lain
•••••••••••••••••••••••••••••
Intermezzo
Apa yg akan kalian lakukan saat pacar, tunangan, atau suami mengakui bahwa ia telah berselingkuh?
Kalau aku?
Entahlah aku juga bingung harus apa?
Sepertinya aku akan ngomel-ngomel panjang lebar lebih dulu sebagai alasan menyalurkan emosi.
******
Beberapa hari lalu mba Rahma menjembreng beberapa potong foto dan vidio di ruang obrolan kami.
“Dek, Mas minta maaf, maaf, maaf ya. Mas siap nanggung semua resikonya”
“Soal apa sih?” mba Rahma kebingungan
“Mas mau ngomong jujur, tapi semoga Adek baik-baik aja disitu, janji?.”
Lanjut,
“Dulu Dek pernah bilang kan kalau Mas disuruh nikah lagi?, akhirnya kesampaian” ditambah emoticon mewek banyak.
“Tapi boong kan?, Mas baru mau bilang kaya gitu kan?. Ya udah ngga papa asal sama orang yg berkecukupan ekonominya dan baik sama Ibu” balas mba Rahma
“Engga, ini serius. Dek, dosanya Mas gede banget, moga Adek masuk surga aamiin aamiin aamiin”
Masih belum percaya akan pengakuan itu mba Rahma kembali membalas,
“Mas lagi serius apa nge-prank?”
hhhh
Aku menghela nafas panjang dengan mata yg mulai enggan membendung luapan air di muara sana. Siapapun orangnya akan bingung seketika jika mendapat pengakuan seperti itu, ya kan?. Aku tidak bisa lagi membayangkan apa yg mba Rahma lakukan saat pertama kali menerima pengakuan itu.
Oh iya, siapapun yg membaca ini, tolong jangan pernah tanya bagaimana perasaan mba Rahma saat ini jika memang kalian peduli padanya. Mba Rahma tak butuh simpati dan belaskasihan dari orang lain. Dirinya hanya butuh dukungan agar tetap kuat menopang rasa sabar yg mulai menggerogoti hatinya.
Mba Rahma sadar, ini hanyalah permulaan dari sebuah pertarungan besar antara dirinya dan keadaan. Didepan sana, masih ada banyak benang kusut yg menanti dan harus di uraikan olehnya. Tentu saja tanpa bantuan kalian. Mba Rahma juga sadar bahwa perselingkuhan ini bukan mutlak kesalahan dari mas Danu. Dirinya juga turut serta memberi cambuk yg memang sayangnya salahgunakan oleh mereka berdua (mas Danu dan Ita).
Itulah mengapa mba Rahma memilih untuk bertahan dan siap jika harus hidup dengan calon madunya (madu beracun ~ups). Mba Rahma hanya mencoba mempertanggungjawabkan apa yg telah ia nyatakan walaupun kenyataan tak sesuai dengan harapan. Tapi setidaknya mba Rahma tidak akan merasa tersakiti dua kali, dirinya juga merasa lebih tenang tanpa harus melepaskan.
Kebanyakan orang pasti akan lebih memilih jalan untuk mundur, termasuk aku juga berfikiran seperti itu. Tetapi tidak bagi mba Rahma. Pilihan mba Rahma memberi ku pelajaran bahwa “tak perlu menyamakan sesuatu yg tidak kita ingini. Tak perlu menyeiramakan langkah jika kita sendiri sudah tahu arah mana yg akan kita tuju. Ya, meski kita berdiri di satu tanah yg sama, tak perlu ragu jika memang harus memilih jalan yg berbeda, kita lebih tahu apa yg sebenarnya kita mau”
Tak cukup dengan membuat pengakuan ke mba Rahma, kini mas Danu harus membuat pengakuan yg lebih besar. Ia tak bisa lebih lama lagi menutupi bangkai busuk yg makin berbau menyengat. Sudah bukan waktunya untuk terus bersembunyi dibalik kepuasan semata. Mas Danu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya, terlebih ada jabang bayi yg sudah berdiam selama tiga bulan di tubuh seorang ibu yg bahkan tak menginginkannya. Jika tak ada janin, mungkin akan lain lagi ceritanya.
*Ah, malangnya nasibmu nak. Tetap kuatlah, meski ada bermacam-macam obat yg berusaha menghancurkan mu.
Tak ada orangtua yg tak murka melihat anak tersayangnya mengalami hal tragis seperti ini. Namun benar kata pepatah, buah jatuh tak jauh dari pohonnya.
“Mba, gimana respon orang tua mu saat mas Danu ke rumah?” tanyaku
“Orangtuaku sudah memaafkan dan menerima, menasehati yg baik-baik, mengajarkan kami hidup yg ikhlas. Sabar, karena semua itu ujian buat kami. Tidak ada yg disalahkan, semua hanya jadi korban, lakukan yg terbaik hanya mengharap ridho dari Allah” balas mba Rahma
Ahh, kenapa mereka kompak sekali?. Meski dada mendidih, pikiran tetap bisa berjalan dengan jernih.
Begitupun orang tua Ita (si madu beracun). Beliau menerima keadaan yg terjadi pada putrinya, mengandung cucu ke dua sebelum dihalalkan. Tapi ya mau bagaimana lagi, akan lebih repot kalau beliau tidak mau menerima keadaan ini.
Dan ini semua membuat mas Danu sadar sesadar-sadarnya. Bagai ditampar 27kali (kurang), ia seperti terbangun dari mimpi buruk.
“Mas udah salah milih. Mas rela milih pecahan kaca, sedangkan mas ngga sadar kalau mas punya berlian (istriku)”
“Bodoh banget emang mas bener bener bodoh. Yg penting dek harus tetep baik-baik disitu, biar masalah ini Mas selesai in dulu karena Mas harus tetep tanggung jawab ” (ya haruslah gedek aku 😁)
Em, apa kira-kira adegannya kaya di Drakor ya, sambil jedot jedotin kepala di tembok? Hehe
“Dan apapun yg terjadi, Mas tetap pilih istri sahku Rahma dan anakku Ana. Jadi jangan berfikiran kita akan berpisah. Dan Mas mohon sama dek, tetep pertahankan mas ya”
“Iya itu pasti” balas mba Rahma
Entahlah, no komen aku. Tapi baca ini aku mewek. Apa karena mas Danu udah sadar?, atau karena merasakan kekuatan cintanya mba Rahma?. Ah mbohlah pokoke mewek ngono lah.
Penyesalan memang selalu datang terlambat. Mas Danu baru sadar bahwa selama ini ia menyimpan berlian yg amat berharga. Dan malangnya mata hatinya terbuka untuk pecahan kaca dan menggores berlian miliknya. Tapi berlian tetaplah berlian, sekalipun sudah hancur berkeping-keping pesonanya akan senantiasa terpancar indah.
Ya, begitulah mba Rahma. Sekalipun kepercayaannya telah dikhianati, ia tetap berusaha percaya pada ayah dari putrinya. Mba Rahma hanya berharap, mas Danu tak lagi menyia-nyiakan kesempatan kedua ini sehingga tidak akan ada yg dikorbankan.
To be continue...
Komentar
Posting Komentar