Benang Kusut
Part 2 (Cerita mba Rahma)
Setelah tulisan pertama rilis kemaren, mba Rahma membombardir ku dengan setumpuk screenshot obrolan dengan calon madu-nya. Em, baiknya dipanggil calon madu atau orang ke-3 ya? Apa pelakor aja?. Eh.
Gara-gara saking geregetan, inginku kruwes kruwes dan tapuk tapuk lambenya mba pelakor itu. Tapi apalah aku yg cuma pemirsa ini, akhirnya dengan senang hati ku turuti saran dari mba Rahma untuk tetap mengamankan hp ku. Pasalnya takkan ada give away atau sejenisnya dari tulbung (tulisan bersambung) ini. Hahaha (engga ngarep kok mba tapi kalau dikasih ngga akan nolak hehe.)
Sebenernya aku seneng aja sih dapet ide dadakan gini, buanyak pula. Meskipun tiap kali baca selalu menemukan sesuatu yg bikin gedek, dongkol bin auto bilang ihhh. Ya, kami memang bukan teman yg deket banget, bahkan belum pernah ketemu sekalipun. Tapi, kami teman yg cukup dekat kok untuk berbagi banyak hal dan saat di Indonesia Raya nanti rumah kami juga tidak terlalu jauh untuk sebuah jarak yg tak berarti. Alah ciee.
Setidaknya dengan cerita yg belum bisa ditulis sendiri oleh mba Rahma ini sedikit mengurangi unek unek yg bersemayam di benaknya beberapa hari ini. Mba Rahma akan tetap merasa punya teman berbagi dan membuatnya lebih kuat dengan apa yg terjadi saat ini.
Mba Rahma memang bukan orang pertama yg bercerita hal serupa padaku. Tetapi mba Rahma adalah orang pertama yg memilih ending berbeda. Meski tak bisa dipungkiri bahwa penghianatan tetap saja perbuatan salah yg tidak bisa dibenarkan apapun alasannya. Mereka menanamkan luka bukan hanya pada mba Rahma, orang-orang dilingkaran terdekatpun akan ikut merasakan dampaknya. Bukan untuk setahun dua tahun, melainkan bertahun-tahun kedepan.
Tidak ada seorangpun yg ingin mencicipi rasanya dikhianati, begitu juga mba Rahma. Sekalipun dirinya terlihat tegar saat ini, pikirannya tetap liar beterbangan entah sampai mana. Matanya seolah tak punya rasa kantuk, tubuhnya melangsing tanpa perlu berdiet. Ah iya, mba Rahma tetaplah seorang wanita biasa yg butuh dukunganku dan kalian semua tanpa perlu menghakimi keputusannya.
Keputusan yg membuatku tertegun, bukan hanya aku tapi kalian semua yg membaca ini dan tau kisahnya. Mba Rahma memilih untuk belajar ikhlas menerima orang ke tiga itu menjadi bagian dari rumah tangganya, menjadi adik madu untuk suaminya. Tapi akan terlalu naif jika mba Rahma tidak merasa tersakiti, sebel, marah, dendam dan sederet kata yg tak bisa lagi untuk menerangkan rasa itu. Kalian bisa membayangkannya kan?. Mba Rahma mengakui kok punya rasa itu dan sudah seharusnya punya. Malah jadi hal yg tidak wajar jika mba Rahma merasa tetap baik-baik saja.
Lalu bagaimana ini semua bisa terjadi pada mba Rahma?.
Nah, skenario baru yg Allah tuliskan ini terjadi pasti bukan tanpa sebab. Karena Tak akan ada asap jika tak ada api. Seperti yg sudah aku ceritakan di part satu bahwa mba Rahma dan Suami sebut saja mas Danu sedang menjalani LDR yg saat ini sudah lebih dari 3 tahun. Dimana iman keduanya harus dipertaruhkan agar keharmonisan rumah tangga tetap terjaga.
Tak ada yg menduga jika benang kusut menghampiri mereka berdua melalui celah yg ternyata sengaja dibuka oleh mas Danu. Pikiran mba Rahma makin berkecamuk ketika diketahuinya bahwa mas Danu telah mengkhianatinya. Terlebih lagi semua orang yg tahu sepakat merahasiakan hubungan terlarang itu dari mba Rahma tak terkecuali salah satu anggota keluarga yg ikut memilih diam.
(Aku geram banget sebenernya nulis ini)
Beginilah awal mulanya,
Sebelum mba Rahma berangkat ke Luar Negri, mas Danu pernah berjanji tidak akan selingkuh. Jangan bertanya kenapa mba Rahma sampai bekerja ke luar negri. Setiap orang punya keinginan, kebutuhan dan permasalahan ekonominya masing-masing yg tak perlu diceritakan secara detail. (Aku termasuk salah satunya)
Tapi janji tinggalah janji. Mas Danu mengingkari janjinya kurang lebih 3 tahun lalu. Mba Rahma tak menyangka bahwa akan secepat itu janji seorang ayah untuk bayi mungilnya harus terkalahkan oleh perasaan yg berakhir dengan hancurnya hati seorang istri.
Sebelum itu mba Rahma memang pernah membahas perihal poligami. Ya, mba Rahma memang pro poligami dan mengijinkan mas Danu untuk menikah lagi jika berkeinginan. Mba Rahma sadar betul bahwa dengan keadaan yg terpisah jarak saat ini membuatnya tidak bisa menjalankan kewajiban sebagai seorang istri sepenuhnya. Tapi kebebasan dan kepercayaan itu malah disalahgunakan oleh mas Danu.
Perselingkuhan pun terjadi dengan sangat rapih. Tak ada kecurigaan sedikitpun bahkan saat mba Rahma pulang cuti. Semua berjalan normal seperti biasanya. Lalu tak lama kemudian pertengkaran demi pertengkaran mulai menghampiri. Rumah tangga mereka terasa semakin hambar seolah lenyap saripati ijab qobul yg pernah terikrar waktu itu.
Bagai telur diujung tanduk, akankah mampu bertahan diujung yg runcing itu ataukah memilih terjun bebas menghancurkan diri?. Tapi entah memilih bertahan ataupun terjun, sebenarnya sudah hancur sebelum itu.
(Aku mewek nulisnya).
“Intinya aku udah ngga cocok sama kamu ”
“Terserah mau gimana nantinya, itu urusan belakangan. Udah ngga sejalan”
“Do'a mu juga aku disuruh mencari istri lagi!! Bakal kesampaian!”
“Aamiin” balas mba Rahma
Itu adalah sederet chat masuk dari mas Danu yg sedang dirasuki amarah. Tapi jika dicerna lebih dalam, perkataan
“bakal kesampaian” ini merujuk pada pernyataan mba Rahma yg memberinya kebebasan untuk menikah lagi. Tapi tak pernah terpikir bahwa mas Danu akan menanggapi nya secara berbeda. Mas Danu merasa seolah mendapat dukungan untuk melanjutkan hubungan haram yg sedang dijalaninya. Seakan mba Rahma memberi mereka lampu hijau tanpa perlu memikirkan akibatnya.
Sebenarnya bukan itu yg mba Rahma mau. Mba Rahma memang memberi ijin suaminya menikah lagi dan bukan berarti mengikhlaskan hati untuk di khianati. Siapapun orangnya tidak akan mau kan?.
Yg Mba Rahma mau adalah mas Danu mengambil langkah seperti apa yg seharusnya. Sesuai adab meminang madu dengan meminta restu istri pertama serta seluruh keluarga. Dengan begitu semua akan baik-baik saja, mba Rahma akan ikhlas dan tak ada yg merasa tersakiti.
Nasi sudah menjadi bubur. Penyesalan tak akan merubah keadaan, menangis tujuh hari tujuh malampun malah membuat pikiran lebih kacau. Benang kusut meraung-raung terus memaksa mba Rahma menguraikannya. Tapi yg perlu mba Rahma lakukan saat ini cuma meredam, mendinginkan apa yg mendidih didalam sana.
To be continue...
Komentar
Posting Komentar