Ramadhan terakhir di tanah Formosa
Ini adalah Ramadhan ke lima ku, yang sebenarnya cuma aku rencanakan sampai hitungan ke empat. Bulan maret lalu, aku sudah sempat menandatangani berkas putus kontrak, bahkan tiket sudah dipesan untuk penerbangan tanggal 27 April 2020. Tapi sayang, wabah Pandemi ini menangguhkan semua rencana yg sudah ku susun. Terpaksa aku harus memundurkannya sampai waktu yang belum bisa ditentukan. Ini karena aku tidak diijinkan pulang sebelum penggantiku sampai Taiwan, sedangkan Indonesia sendiri keadaannya sedang tidak memungkinkan untuk mengirim PMI ke Taiwan.
Padahal, dalam anganku sudah terbanyang bahagianya bisa menemani anak tidur, sahur dan berbuka bersama keluarga tercinta, menikmati udara sejuk khas Ramadhan di kampung halaman, menyambut senja sambil mengamati orang yang berlalu lalang menenteng plastik berisi takjil, tarawih di mushola dekat rumah, lalu puncaknya merayakan kemenangan dengan orang terkasih yang sudah ku tunda selama empat tahun ini.
"Ya Allah, belum bisa lebaran di rumah lagi" batinku meronta
Sedih sekali rasanya, lagi-lagi harus melewatkan momen yg kurindukan itu. Tapi aku bisa apa?, semua ini diluar rencanaku. Aku hanya harus tetap bersyukur atas semua yang terjadi. Karena sebaik-baiknya rencana adalah milik Allah. Aku tahu bahwa ini yg terbaik bagiku, anggap saja masa untuk menahan rindu diperpanjang sebentar. Tapi ada untungnya juga sih masih tetap disini, setidaknya keadaan disini lebih aman dan aku masih bisa menambah isi tabungan yang tadinya hanya cukup untuk bekal pulang kampung saja.
Sebelum ada pandemi ini, Ibu selalu memintaku pulang sebelum Lebaran, tapi kali ini beliau melarangku. Aku tahu bagaimana rasanya menjadi seorang Ibu yang merindukan anaknya, karena saat ini aku juga seorang Ibu. Sekalipun hampir setiap hari menatap layar smartphone untuk melepas rindu, itu tidak pernah sepuas saat bisa memeluk dan membelai rambutnya. (Ibu rindu nak)
Aku yang masih tertahan di tanah Formosa ini, tak ubah harus mengulangi lagi ritual Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Semua serba sendirian. Alarm membangunkan ku pada pukul 03.15. Dengan mata setengah mengantuk, ku lahap menu sahur yang sama persis dengan Ramadhan lalu, roti tawar dan segelas teh susu hangat. Kadang saking takutnya tidak terbangun saat alarm bergetar, aku lebih memilih sahur sebelum tidur sekitar pukul 11.30. Lalu petangnya, berbuka dengan apa yang ada di meja makan pada pukul 18.30 lebih sesuai jadwal yang telah dikeluarkan oleh Organisasi Islam di Taiwan.
Ya, inilah aku. Seorang PMI (Pekerja Migran Indonesia) di Taiwan. Khususnya sektor Informal yang bekerja sebagai perawat Lansia lalu ditambah pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, beberes dan kawan kawannya. Di sini aku merawat seorang nenek berusia 87 tahun, dan beliau sudah tidak bisa berjalan. Jadi pekerjaanku lebih banyak di dalam rumah, hanya saja setiap pagi dan sore diharuskan membawa nenek jalan-jalan keliling komplek agar tidak suntuk terkurung di ruang tamu.
Oleh karena itu, ada atau tidak adanya wabah Pandemi yang saat ini mewabah hampir di seluruh dunia, sebenarnya tidak berpengaruh banyak pada ku, aku tetap melakukan rutinitas harian seperti biasa dan tetap dirumah saja. Terlebih lagi, rumah majikanku berada di area perkampungan pinggiran kota, masih asri, banyak sawah, bukit, dan pepohonan rindang. Tentu saja tidak banyak orang yang berlalu lalang melewati jalan setapak kami, hanya ada beberapa orang saja yang setiap harinya melakukan rutinitas lari pagi/sore dan jalan santai. Keadaan seperti ini, membuat ku lebih banyak bersyukur karena berada ditempat yang cukup aman dari wabah pandemi.
Meskipun begitu, di luar sana pasti tetap saja berbeda. Terlebih lagi Ramadhan kali ini. Berita yang sudah beredar, pemerintah Taiwan mengeluarkan aturan larangan berkumpul selama Ramadhan ini. Kalau sudah begini, akan ada banyak acara tahunan yang dibatalkan. Biasanya akan diadakan acara kesenian, lomba-lomba, Tabligh Akbar, atau bagi-bagi angpao dari Bapak Walikota Taipei (sayangnya jauh jadi tidak pernah ikut). Dan tentu saja acara intinya yaitu pelaksanaan Sholat Ied sebagai perayaan hari Kemenangan umat Islam yang ada di Taiwan.
Per 05 Mei 2020, Taiwan kembali mencatat 0 (nol) kasus positif covid-19, yang berarti sudah 23 hari berturut turut tidak ada kasus lokal. Semoga saja dengan keadaan yang semakin membaik ini, pemerintah Taiwan akhirnya memberikan ijin untuk pelaksanaan Sholat Ied sebagaimana Ramadhan tahun lalu. Sehingga kami punya alasan untuk bisa keluar berlibur, bertemu dengan saudara, teman-teman setanah rantau, atau hanya sekedar melepas sumpek dengan rutinitas harian.
Ya, ini adalah jargon andalan kami para PMI. Tidak semua dari kami mendapatkan kebebasan berlibur, meskipun dalam kontrak kerja tertulis libur 1 bulan 1 kali. Memang ada yang benar-benar tidak boleh libur dengan alasan tidak ada yang merawat pasien jika tidak ada kita, namun ada juga yang lebih memilih untuk tidak libur. Aku adalah salah satu orang yang enggan mengambil jatah libur. Tapi untuk yang satu ini ada pengecualian, aku mewajibkan diri untuk mengambil kesempatan itu.
Kesempatan yang tidak ada gantinya, karena semarak Lebaran di Taiwan sangat kental terasa walaupun sebagian dari kami tetap tidak bisa libur pada hari pelaksanaan Sholat Ied. Ini terjadi jika Hari Raya tidak bertepatan dengan hari ahad, mengingat orang Taiwan bekerja dari hari senin sampai jum'at sehingga banyak majikan yang tidak memberi ijin libur kecuali ada yang bisa menggantikan untuk merawat pasien pada hari itu. Jadi, hari ahad adalah jadwal hari yang biasa para majikan beri untuk kami.
Meski baru bisa libur seusai hari H, itu semua sudah lebih dari cukup untuk ku (kami) melepas rindu nuansa Lebaran di kampung halaman yang sudah tertunda berkali-kali. Dan aku berharap, Ramadhan kali ini menjadi Ramadhan yang berkah, menyenangkan, dan melegakan. Pasalnya diperkirakan setelah lebaran berakhir, PJTKI di Indonesia akan segera beroperasi lagi (melihat kembali keadaan Pandemi di Indonesia). Maka, pengganti ku bisa menyelesaikan prosesnya yang tertunda dan aku bisa segera kembali ke tanah air.
Terimakasih banyak untuk pemerintah Taiwan yang telah memberi perhatian penuh kepada PMI dan umat Muslim khususnya. Sehingga banyak kegiatan yang PMI selenggarakan bisa berjalan dengan baik dan lancar.
Aku yang masih tertahan di tanah Formosa ini, tak ubah harus mengulangi lagi ritual Ramadhan tahun-tahun sebelumnya. Semua serba sendirian. Alarm membangunkan ku pada pukul 03.15. Dengan mata setengah mengantuk, ku lahap menu sahur yang sama persis dengan Ramadhan lalu, roti tawar dan segelas teh susu hangat. Kadang saking takutnya tidak terbangun saat alarm bergetar, aku lebih memilih sahur sebelum tidur sekitar pukul 11.30. Lalu petangnya, berbuka dengan apa yang ada di meja makan pada pukul 18.30 lebih sesuai jadwal yang telah dikeluarkan oleh Organisasi Islam di Taiwan.
Ya, inilah aku. Seorang PMI (Pekerja Migran Indonesia) di Taiwan. Khususnya sektor Informal yang bekerja sebagai perawat Lansia lalu ditambah pekerjaan rumah tangga seperti memasak, mencuci, beberes dan kawan kawannya. Di sini aku merawat seorang nenek berusia 87 tahun, dan beliau sudah tidak bisa berjalan. Jadi pekerjaanku lebih banyak di dalam rumah, hanya saja setiap pagi dan sore diharuskan membawa nenek jalan-jalan keliling komplek agar tidak suntuk terkurung di ruang tamu.
Oleh karena itu, ada atau tidak adanya wabah Pandemi yang saat ini mewabah hampir di seluruh dunia, sebenarnya tidak berpengaruh banyak pada ku, aku tetap melakukan rutinitas harian seperti biasa dan tetap dirumah saja. Terlebih lagi, rumah majikanku berada di area perkampungan pinggiran kota, masih asri, banyak sawah, bukit, dan pepohonan rindang. Tentu saja tidak banyak orang yang berlalu lalang melewati jalan setapak kami, hanya ada beberapa orang saja yang setiap harinya melakukan rutinitas lari pagi/sore dan jalan santai. Keadaan seperti ini, membuat ku lebih banyak bersyukur karena berada ditempat yang cukup aman dari wabah pandemi.
Meskipun begitu, di luar sana pasti tetap saja berbeda. Terlebih lagi Ramadhan kali ini. Berita yang sudah beredar, pemerintah Taiwan mengeluarkan aturan larangan berkumpul selama Ramadhan ini. Kalau sudah begini, akan ada banyak acara tahunan yang dibatalkan. Biasanya akan diadakan acara kesenian, lomba-lomba, Tabligh Akbar, atau bagi-bagi angpao dari Bapak Walikota Taipei (sayangnya jauh jadi tidak pernah ikut). Dan tentu saja acara intinya yaitu pelaksanaan Sholat Ied sebagai perayaan hari Kemenangan umat Islam yang ada di Taiwan.
Per 05 Mei 2020, Taiwan kembali mencatat 0 (nol) kasus positif covid-19, yang berarti sudah 23 hari berturut turut tidak ada kasus lokal. Semoga saja dengan keadaan yang semakin membaik ini, pemerintah Taiwan akhirnya memberikan ijin untuk pelaksanaan Sholat Ied sebagaimana Ramadhan tahun lalu. Sehingga kami punya alasan untuk bisa keluar berlibur, bertemu dengan saudara, teman-teman setanah rantau, atau hanya sekedar melepas sumpek dengan rutinitas harian.
Ya, ini adalah jargon andalan kami para PMI. Tidak semua dari kami mendapatkan kebebasan berlibur, meskipun dalam kontrak kerja tertulis libur 1 bulan 1 kali. Memang ada yang benar-benar tidak boleh libur dengan alasan tidak ada yang merawat pasien jika tidak ada kita, namun ada juga yang lebih memilih untuk tidak libur. Aku adalah salah satu orang yang enggan mengambil jatah libur. Tapi untuk yang satu ini ada pengecualian, aku mewajibkan diri untuk mengambil kesempatan itu.
Kesempatan yang tidak ada gantinya, karena semarak Lebaran di Taiwan sangat kental terasa walaupun sebagian dari kami tetap tidak bisa libur pada hari pelaksanaan Sholat Ied. Ini terjadi jika Hari Raya tidak bertepatan dengan hari ahad, mengingat orang Taiwan bekerja dari hari senin sampai jum'at sehingga banyak majikan yang tidak memberi ijin libur kecuali ada yang bisa menggantikan untuk merawat pasien pada hari itu. Jadi, hari ahad adalah jadwal hari yang biasa para majikan beri untuk kami.
Meski baru bisa libur seusai hari H, itu semua sudah lebih dari cukup untuk ku (kami) melepas rindu nuansa Lebaran di kampung halaman yang sudah tertunda berkali-kali. Dan aku berharap, Ramadhan kali ini menjadi Ramadhan yang berkah, menyenangkan, dan melegakan. Pasalnya diperkirakan setelah lebaran berakhir, PJTKI di Indonesia akan segera beroperasi lagi (melihat kembali keadaan Pandemi di Indonesia). Maka, pengganti ku bisa menyelesaikan prosesnya yang tertunda dan aku bisa segera kembali ke tanah air.
Terimakasih banyak untuk pemerintah Taiwan yang telah memberi perhatian penuh kepada PMI dan umat Muslim khususnya. Sehingga banyak kegiatan yang PMI selenggarakan bisa berjalan dengan baik dan lancar.
-heffi novayanti-
Komentar
Posting Komentar