Lebaran kali ini Berbeda
Lebaran.
Momen yg selalu dirindukan seluruh umat Islam dan aku khususnya. Ini adalah lebaran ke 8 ku di tanah rantau. Sebelum ke Taiwan, aku pernah merantau ke negri jiran Malaysia selama 3 lebaran. Lebaran kemarin adalah lebaran ke 5 ku di tanah Formosa ini.
Entah kenapa kali ini rasanya berbeda. Mataku panas, tapi hanya bisa menitikkan beberapa butir air mata saja. Biasanya aku tersedu sedu hingga malu karena mata sembabku menimbulkan banyak pertanyaan dari penghuni rumah bos. Hatiku meradang, otakku merangkai banyak kata, tapi bibirku membisu.
Aku tidak tahu harus bagaimana meski pada akhirnya aku tetap membasahi pipiku dengan derasnya. Kutumpahkan bendungan panas itu, lagi-lagi bantal menjadi sasaran pelampiasan ku. Dadaku rasanya sesak sekali, aku ingin berteriak, menangis sepuasnya.
Ada perasaan kesal yg memenuhi ruang ini. Keadaan yg memaksaku menunda rencana memeluk Mama di hari Fitri beberapa hari lalu. Ada rasa sedikit menyesal kenapa tak ku lanjutkan saja rencana pulang waktu itu. Dan aku sudah mulai merasa lelah menahan rindu yg belum ada kepastian sampai kapan bisa ku labuhkan.
Aku mulai menangisi waktu yg telah berlalu. Kepastian bahwa aku harus menunggu satu tahun lagi untuk mengulang momen ini membuatku makin hilang semangat. Jadi serba salah memikirkannya. Haruskah scepepatnya akh pulang?. Haruskah aku menunggu meski entah sampai kapan?.
Aku sedang bergelut dengan batinku saat ini. Rindu ini terus berontak, padahal aku sudah berusaha mati matian menenangkannya. Tapi ia makin tidak karuan. Rinduku makin menjalar ke setiap aliran darah yg membuatku ingin sesegera mungkin mengangkat kaki dari tanah ini.
Aku sudah terbiasa dengan hal ini, harusnya aku bisa mengatasinya kan?.
Aku tidak tahu lagi harus apa?. Setiap hari harus bertengkar dengan rindu yg mulai pandai melawan. Setiap hari kelelahan mengejar pikiran yg mulai jauh berlari menuju halaman rumah. Tapi tubuh ini, masih berkeliaran dihalaman yg jaraknya tak terhitung langkah.
Ah....
Lebaran kali ini benar-benar berat bagiku. Meski aku sadar dan bersyukur bahwa rencana ku tak sebaik rencana-Nya, aku tetaplah manusia yg bisa merasa kecewa. Hari-hariku mulai terasa membosankan, hambar, dan makin melelahkan. Seharusnya aku tidak boleh begitu!. Tapi aku tidak bisa membohongi diriku sendiri, rasanya separuh jiwaku sudah ada di rumah.
Oh waktu,
Kapankah giliranku tiba?
Aku hanya rindu
Ijinkan aku melabuhkannya
Dengan segera
Komentar
Posting Komentar