Menua (itu pasti)
Kejadian seperti ini memang bukan sekali dua kali terjadi di rumah ini, rumah keluarga nenek yg ku rawat. Semua memang baik baik saja, meski terkadang saling cek cok karena masalah sepele. Tapi, kejadian kali ini adalah yg terbesar selama aku disini. Dua minggu lalu, sehari setelah aku dan nenek menginap di RS karena nenek harus di opname, entah permasalahan jelasnya apa aku juga tidak tahu, koko cucu tertua nenek keluar dari rumah alias minggat seusai cekcok dengan bapaknya. Karena bujuk rayu nenek akhirnya koko pulang sekitar 15 menit lalu pergi dengan membawa tas berisi baju bajunya. Sampai saat ini belum juga pulang.
Tapi malam tadi, semua tidak baik baik saja, aku jadi tau apa yg jadi akar dari perselisihan mereka. Salah paham antara keinginan orang tua dan anak, saling iri sesama saudara. Perihal mengurus orang tua yg diperebutkan ke "tidak mauan" nya untuk merawat. Anak-anak pak bu boss ingin menjalani kehidupannya masing-masing.
Jadi begini,
Pak bos kemarin sore jatuh lagi, beliau memang sebenarnya sudah layak ada yg khusus merawatnya mengingat riwayat penyakit beliau yg lumayan banyak. Namun secara aturan dalam agency care giver PMA (Pekerja Migran Asing), beliau tetap belum bisa mengambil perawat karena beliau masih bisa berjalan meskipun sering jatuh. Terlebih lagi jika ada yg merawat, haruslah yg bisa berkendara karena ada jadwal rutinan terapi dan lainnya. Itulah alasan si bungsu tak kunjung bekerja, menjadi sopir untuk bapaknya kesana kemari, terkadang juga menjadi sopir nenek untuk cek up dan kesana kemari juga. Bisa dibilang standby untuk dua lansia.
Dilain sisi, ada kecemburuan sosial yg di rasakan koko. Koko seringkali meminta si bungsu untuk mencari kerja. Namun lagi lagi akan berujung pertengkaran diantara mereka, aku sering dengar itu semua. Baik secara langsung ataupun curhatan bu boss. Aku memang sudah dianggap bukan orang asing lagi disini. Mereka sangat terbuka yg kadang memberiku banyak gambaran tentang masa tua yg sudah mulai ku rangkaki.
Di sisi berikutnya ada pak boss yg sudah nyidam sekali menimang cucu. Beliau takut tidak akan sampai waktu untuk bisa menggendong, mengajak jalan-jalan, dan mengasuh cucunya kelak. Beliau sadar betul jika kakinya bisa kapan saja tidak punya tenaga seperti biasa saat beliau jatuh.
Berbeda dengan si bungsu yg super care sama keluarga, si koko lebih sering menghabiskan waktu diluar rumah, si cici juga begitu, kerja merantau ke kota lain, sekali pulang tidak sampai 1 hari dirumah sudah pergi lagi. 😕 Mereka berdua sama sama belum ada yg punya keinginan untuk menikah meski usia mereka sudah 30 th lebih.
Oh iya jadi lupa...
Semalem, pembicaraan mereka bertiga bu boss, pak boss, dan bungsu pecah. Yg pertama terdengar olehku adalah kata lantang yg keluar dari si bungsu,
"apa nunggu aku mati dulu, koko baru mau pulang ?"
Aku terbelalak, sambil mengunyah nasi di mulutku. Tentu saja aku terkejut, separah inikah apa yg terjadi diantara mereka?. Terdengar lagi si bungsu kembali membahas masalah kokonya yg pergi, dan ternyata si koko mau menetap diluar kota, kerja diluar kota, dan entah kapan mau pulang.
"Kalau udah gini kamu senang kah pa?"
"Haa...?" lanjutnya
Suaranya terdengar sangat jelas karena hanya tersekat kamar mandi antara kami. Aku masih mengunyah makanan ku yg sengaja kupelankan agar tak terdengar dentingan sumpit dan mangkuk.
Pak boss hanya menjawab lesu
"Ya... terkadang tidak senang dengan keadaan sekarang ini"
Suara bungsu terdengar lagi,
"Dulu aku kerjapun kalau ada apa-apa yg dipanggil selalu aku, koko dan cici ada pernah bantu kah?. oke lah, sekarang beri aku $50.000 biar aku yg keluar dari rumah ini dan suruh mereka berdua pulang. Aku ngga papa kok kerja trus mereka yg rawat bapak, nanti aku yg kasih uang ke mereka" si bungsu terus menimpali bujuk rayu mama nya
Aku tau apa yg bungsu rasakan saat ini. Ia tidak mau seperti ini, ia hanya ingin pengertian dari kedua saudaranya bahwa merawat orangtua itu tidak semudah melakukan pekerjaan di luar sana. Tak sesantai yg dilihat, itulah kenapa bungsu jadi malas mencari kerja. Karna pada akhirnya semua tertumpu pada nya. Menjadi yg tersudutkan, sesak juga melihatnya. Selain lelah fisik, bungsu juga lelah secara psikis nya. Tapi aku juga tidak bisa membenarkan keadaan bungsu yg tidak bekerja, karena jika ia bekerja pasti akan ada solusi lain meski harus merogoh kocek dalam. Memang sih pusing juga kalau membayangkan tidak ada bungsu di rumah, kerjaku jadi bertambah lagi mengawasi pak boss yg rawan jatuh. Itu tidak jadi masalah, yg repot adalah ketika mereka berdua (nenek dan pak boss) merasa tidak enak badan berbarengan dan harus periksa ke rumah sakit, lalu siapa yg akan segera mengantar ?😳
Belum bisa membayangkan.
Sambil mendengarkan percakapan mereka yg mulai mereda, pikiran ku tiba-tiba berlari ke beberapa puluh taun yg akan datang. Memposisikan aku menjadi pak boss dan bu boss yg mulai menua (60th keatas). Membayangkan bagaima nanti anak-anak ku akan membersamai dan merawatku di masa tua?. Apakah ia akan sabar merawatku?, ataukah ia akan pergi jauh seperti aku meninggalkan nya saat ini? 😥 . Dan seperti apa masa tuaku nanti? Apa aku menjadi orang tua yg bawel, rewel, atau bisa jadi orangtua yg bijaksana?.
Ah... Hatiku berkecamuk, aku ingin segera pulang 😭.
Lalu kemudian pikiranku berbalik arah, ku ingat lagi wajah mamah, bapak yg mulai banyak garis kerutan di wajah mereka. Ya... Mereka mulai menua seiring dengan ku yg sudah memasuki babak menjadi orang tua. Ditengah mulutku yg masih terus mengunyah nasi dan sayur yg tak kunjung habis ini (semalam), air mataku mengalir tanpa diminta bahkan saat menulis bagian ini sekarang pun masih sama. Aku masih saja terus merepotkan beliau berdua (maafkan mah, pak). Aku bahkan belum bisa menjadi orangtua yg baik untuk anakku sendiri. Dan perlahan namun pasti aku akan segera menduduki posisi yg saat ini mamah dan bapak tempati. Menjadi orang tua separuh baya dan terus menua.
Melihat apa yg terjadi di rumah ini, aku makin sadar bahwa kebahagiaan orang tua tidak selalu dari hal materiil yg bisa kita berikan. Akankah aku? ya.. aku harus mampu merawat mereka kelak dengan sebaik baiknya kesabaran dan perhatian ku, adikku. Jangan sampai nanti kami berebut "tidak mau" merawat beliau berdua. Sudah barang tentu saat kita ingin di perlakuan baik oleh anak kita nanti, maka kita sendiri wajib untuk memberi contoh yg baik terlebih dahulu.
Mah, Pak...
Tunggu aku pulang ya...
Beri aku waktu untuk memperbaiki kapasitas diri agar bisa membersamai dengan ikhlas dan sabar masa tuamu nanti 😍😍
With Love.... Anakmu
-heffi novayanti-
Komentar
Posting Komentar