Menutup Telinga




Menutup Telinga
Why?

Kenapa harus menutup telinga ketika kita bisa marah?

Apa yang aku ceritakan kali ini pasti pernah terjadi pada semua orang, khusunya akan sangat terasa pada kami kaum perempuan karena sifat naturalnya yang perasa. Sebenarnya tanpa terkecuali sih baik perempuan maupun laki-laki, Cuma kalau dari pandanganku laki-laki kan terkesan cuek dan acuh pada sesuatu yang seperti itu. Jadi terkesan fine fine aja. Dan banyak diantara kita yang hidup berdampingan dengan orang lain justru tidak memberi ruang gerak yang leluasa atas pribadi kita termasuk aku. Entah itu keluarga, sahabat, ataupun lingkungan.

Disatu sisi kita memang butuh yang namanya nasihat, omongan, saran, atau dalam bentuk apapun itu. Tapi terkadang banyak yang melupakan bahwa ada beberapa diantaranya yang terdengar tidak pas, tidak layak untuk dilontarkan, dan bahkan sebuah judgement. Ini tidak sesepele kelihatannya loh karena yang diserang bukan lagi tubuh, melainkan mental. Makannya kita harus bener-bener belajar menjaga lisan kita, aku khususnya, agar tidak ikut menyerang mental orang lain.

Dulu, dulu…. banget, aku pernah diserang mental karena dibuli oleh teman sekelas. Tapi mungkin kalau aku cerita saat sudah dewasa seperti ini, reaksi mereka tentu saja akan berbeda dengan orang-orang yang memang sudah tahu kejadian itu. Hal ini tentu saja pasti akan terjadi secara alami karena rasa ketidaktahuan mereka. Dan itu tidak ada masalahnya. Yang menjadi masalah adalah ketika sebuah obrolan dengan tidak didasari fakta yang berujung ghibah tanpa klarifikasi dari pihak manapun yang sering terjadi tanpa kita sadari.

Its ok, fine lah ya ini adalah salah satu kebiasaan perempuan yang sudah mendarah daging deh kayaknya. Hehe. Tapi terkadang obrolan, kata-kata, atau bahkan yang terkesan asal ceplos dari mulut seseorang memang bisa jadi toxic loh buat kita. Bisa bikin stres dan down. Aku sering ada di posisi itu, terlebih lagi setelah menyandang status mantan TKI. Hmmmm. Whats wrong dengan bekerja di Negara orang?. Yang penting halal kan? Hasil keringet sendiri kan?. Kenapa sih harus tanya ini itu, komentar ini itu yang memang kita semua pasti punya latar belakang kenapa kok sampai loncat jauh banget kesana?. Dan hak aku juga kan untuk tidak banyak menanggapi dan tanpa harus mendikte tiap orang atas pertanyaan dan pernyataannya.

Kadang tiba-tiba merasa lelah saat harus menanggapi sesuatu yang sama berulang kali. Saking seringnya sampai-sampai aku enggan menjelaskan dan hanya melempar senyum setengah kecut. Karena pada kenyatannya, sepanjang lebar apapun aku menjelaskan, itu semua tidak akan berguna saat si penanya memang cuma mau membenarkan pernyataannya sendiri. Ya, meyakinkan atas kebenaran pernyataan yang ia buat. Huh. Cukup bersabar dan menutup telinga sendiri. Tentu saja, karena menutup ribuan mulut tidak akan pernah cukup dengan tangan semungil ini.
Dari kesekian pertanyaan orang-orang, ada beberapa yang membuatku beneran stress dan down misalnya,

Suami Istri kerja di LN, uangnya mau buat apa ya?
“Suami udah kerja ke LN, istri nyusul. Kaya ngga kecukupan aja sih”
“Suami Istri kerja di LN, anak dititipin ke mbah. Apa ngga kasihan anaknya?

Setelah aku pulang dan suami masih di LN,

seneng ya yang suami kerjanya di LN tinggal kring kring sambil bilang, mas abis”
“Iyalah, suami di LN ya tiap hari ada uang terus”
“Yakin suami disana ngga main wanita?

Dan masih banyak lagi pernyataan mereka yang justru hanya minta di iyakan. Maka kali ini ya cuma ku aamiinkan saja tanpa harus membela diri atau menjelaskan panjang kali lebar karena memang yang mereka butuhkan cuma pembenaran. Aku tidak mau lagi berpusing ria dengan apa yang orang katakan atau penilaian orang tentang diriku. Aku cuma butuh orang-orang yang mensuport aku apa adanya.

Aku masih ingin tumbuh dan berkembang, aku tidak mau mematung disini dengan memikirkan apa yang tidak perlu aku pikirkan. Boleh lah sekali-kali menyaring apa yang kudengar untuk bahan instropeksi diri, tapi aku tidak mau lagi hanyut dalam pikiranku seperti waktu itu. Karena hidup nyatanya sawang sinawang “melihat apa yang terlihat” dan aku cukup menutup telinga untuk nada-nada yang memang tidak ingin ku dengar.

Baiklah, wahai hati…
Teruslah belajar untuk menahan diri
Teruslah bersabar dengan apa yang terjadi
Teruslah bersyukur atas apa yang Allah beri
Nikmatmu, nikmatnya, nikmat mereka
Punya takarannya masing-masing
Tak perlu cemburu, iri ataupun dengki
Cukup syukuri segalanya
Agar hati tetap tenang
Terima kasih wahai diri,
Telah tegar menjalani tiap waktu yang berganti
Tetap kuat menghadapi dunia yang berwarna warni
Jangan lemah, jangan lengah
Semua hanya sementara untukmu,
Terimakasih untuk setiap hari yang terlewati.




#KLIP_DAY3
#KLIP_JANUARI
#KLIP_2022

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Why am I getting surgery? (Fen Liu)

I am an UAENA

Edamame Lada Hitam ala Taiwan